Kamis, 03 Februari 2011

Pengatahuan Lingkungan

BAB I
PENDAHULUAN
I.1  Latar Belakang Tentang Energi
Sejak energi berbahan bakar fosil diisukan mulai menipis, khalayak mulai mempertanyakan banyak hal; Lalu, bagaimana kita hidup? Banyak jawaban yang ditawarkan. Di antaranya adalah dengan menghemat bahan bakar fosil tersebut dan mencari sumber energi alternatif.
Menghemat bahan bakar fosil. Sejenak merupakan kebijakan yang sempurna. Akan tetapi, sikap itu kurang menyelesaikan masalah. Apalagi untuk jangka panjang. Hal ini disebabkan karena bahan bakar tersebut (minyak bumi dan batubara) lama-kelamaan akan habis. Alhasil, kepesimisan ini memaksa manusia untuk memikirkan alternatif kedua, yakni mencari sumber energi alternatif. Salah satu sumber energi alternatif itu adalah energi geotermal atau energi panas bumi.
Ellis & Mahon (1977) mengklasifikasikan kedalaman 3 kelompok besar, yaitu Energi Matahari, Energi Nuklir dan Energi Panas Bumi.
Energi matahari dapat berupa energi fosil seperti minyakbumi, batubara, juga termasuk energi gerakan air dan angin. Energi lainnya dalam kelompok ini adalah energi langsung dari matahari namun hingga saat ini masih sedikit penggunaannya. Penggunaan energi terbanyak adalah energiu minyakbumi dan batubara.
Energi nuklir merupakan sumber energi yang dapat menghasilkan enrgi dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan energi-energi lainnya. Namun demikian pengoperasian dan pengembangan energi ini memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sulit dan canggih. Selain itu energi itu juga memerlukan tingkat keasaman yang tinngi dan akurat.
Energi panas bumi jika ditinjau dari pola penyebaran aliran panas (heat flow), merupakan daerah anomali. Bila diluar dari lapisan tipis permukaan kerak bumi yang terpengaruh oleh variasi cuaca dan air tanah, landaian suhu (gradient thermal) terhadap kedalaman-kedalaman berkisar 5-70 derajat setiap kilometer.
Aliran panas oleh konduktivitas per satuan luas dalam waktu tertentu merupakan hasil kali landaian suhu vertikal terhadap koefisien konduktivitas suhu. Ini tergantung dari karakteristik batuannya. Sebagai contoh jika pada suatu daerah memiliki landaian panas 300  setiap km, sedangkan batuan di daerah tersebut memiliki konduktivitas 0.0047 kal cm-1 det-1 der-1­, aliran panas yang terjadi ialah1.4 x 10-6 kal cm2 det-1 atau kira-kira 44kal setiap tahun setiap  cm2. inikira-kira sama dengan rata-rata aliran panas di permukaan bumi (Bullard,1973).
Anomali seperti dibicarakan diatas misalnya ialah pada daerah gunung api dengan berbagai manifestasinya, yaitu erupsi, aliran lava, fumarol dan air panas. Sebgai contoh aktivitas gunung api di jepang melepaskan energi 2 x 10-16 kal per tahun. Kolam Lava di G kilause lki di hawai pada tahun 1959 menghasilkan 100 juta ton lava cair dengan energi sebesar 3 x 10-16 kal atau 3 x 10-16 KWH. Energi dari batuan cair ini penting, namun sulitdimanfaatkan, karena konduktivitas panas rendah dan viskositas yang tingi menyebabkan perubahan panas dengan cepat sehingga transformasi panas yang terus-menerus sulit dilakukan. Saat ini yang dilakukan ialah memanfaatkan energi yang telah ditransfer  batuan kepada airtanah yang bersirkulasi relatif dalam. Penggunaan air panas telah lama dikenal, yaitu untuk memasak, mencuci, mandi, tempat pemujaan (Dieng), namun baru kira-kira 45 tahun digunakan sebagai sumber energi.
Negara-negara pemuka untuk masalah ini ialah Italia, Islandia, Jepang, Selandia Baru dan Amerika serikat bagian barat. Ini jelas daerah yang berkaitan dengan gunung api aktif. Pengembangan selanjutnya pada zona-zona gunung api resen di seluruh dunia temasuk Indonesia.
Namun demikian ternyata bahwa mata air panas tidak hanya dijumpai pada daerah jalur gunung api saja, melainkan juga pada daerah dimana terjadi sirkulasi air tanah dalam, tidak perlu pada landaian suhu tinggi. Di Rusia (Thikanov dan Dvorov, 1970) dan Hungaria (Boldizar, 1970), menunjukkan bahwa air panas bersuhu sedang antara 50-1500 terjadi pada kedalaman 3500 M pada suhu cekungan sedimen yang dalam. Tentu saja ini sangat berguna untuk keperluan kota dan industry pertanian.
Pada tahun 1970 di daerah Larderollo, Italia pada areal soffioni dan kolam air panas pada suatu kawah kecil dimulai suatu industry kawah borak, untuk itu dugunakan aliran uap untuk melakukan evaporasi (Nassini, 1930), termasuk untuk meningkatkan aliran uap dibuat bor dangkal. Sedangkan pengggiunaanya sebagai sumber energi dimulai tahun 1897 untuk pemanas boiler yang menghasilkan uap untuk mengerakkkan mesin. Pada tanggal 04 juli 1904 pertama kali listrik dihasilkan dari panasbumi (oleh Pangeran Ginori Conti). Tahun 1912 generator  turbin pertama kali dibangun di Larderello berkekuatan 0.25 MW (Villa, 1961). Tahun 191 tiga generator lebih besar (2,75 MW) dibangun.tahun 1944 kapasitas listrik di Larderello mencapai 127 MW, tapi hancur pada waktu perang.  Restirasi sesudahnya menghasilkan kompleks tenaga listriknberkekuatan 400 MW.
Pada tahun 1920-an penyelidikan panasbumi juga dilakukan California, Jepang, Islandia, tapi belum menghasilkan tenaga yang berarti. Misalnya  geyser Niland (California), di Jepang pemboran dilakukan tahun pada tahun 1919 dan PLTP kecil berkekuatan  0.1MW dipasang. Sedangkan di Indonesia pemboran dilakukan pada tahun 1928 di Kamojang Garut Jawa Barat. Islandia dalam tahun yang sama juga melakukan pemboran sebagai sumber pemanas. Di Selandia Baru pemboran dilakukan pada tahun 1940 di Rotoua dan Danau Taupo juga untuk keperluan pemanasan.




BAB II
ISI TULISAN
II. 1  Beberapa Definisi
Beberapa definisi tentang panasbumi sering digunakan antara lain: energi panasbumi (geotermal energi) ialah energi yang tersimpan dalam bentuk air panas atau uap pada kondisi geologi tertentu pada kedalaman beberapa  kilometer didalam kerak bumi.
Daerah panasbumi (geotermal Area) atau medan panasbumi  (geotermal field)  ialah suatu daerah di permukaan bumi dalam batas tertentu dimana terdapat energi  panasbumi dalam suatu kondisi hidrologi-batuan tertentu atau disebut sistem panasbumi.
Sistem Panasbumi  adalah terminology yang digunakan untuk berbgai hal tentang sistem air-batuan  dalam  temperatur  tinggi di labotratorium atau lapangan.
Terminologi-terminologi tersebut diatas telah biasa digunakan khususnya menyangkut pemamfaatan  sumber panas tadi. Pengggunaan energi tadi dapat  berupa  pengguaan langsung dari air atau uap yang mengalir ke permukaan bumi atau melalui pemboran. Contohnya penggunaan dalam industri proses, wisata atau  diubah menjadi  tenaga listrik.
Perlu di kemukakan disini bahwa dalam pemboran sumber panas bumi kita akan dapat memperoleh uap saja atau campuran air panas dan uap. Ini akan menentukan kualitas suatu medan panas bumi.
II.2  Daerah Penyebaran Geotermal Di Indonesia
Potensi energi panas bumi di Indonesia yang mencapai 27 GWe sangat erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia. Ditinjau dari munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan keempat dunia, bahkan  dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar. Sebagian besar energi panas bumi yang telah dimanfaatkan di seluruh dunia merupakan energi yang diekstrak dari sitem hidrotermal, karena pemanfaatan dari hot-igneous system dan conduction-dominated system memerlukan teknologi ekstraksi yang tinggi. Sistem hidrotermal erat kaitannya dengan sistem vulkanisme dan pembentukan gunung api pada zona batas lempeng yang aktif  di mana terdapat aliran panas (heat flow) yang tinggi. Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Posisi strategis ini menempatkankan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi panas bumi sistem hidrotermal yang tersebar di sepanjang busur vulkanik. Sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai entalpi tinggi.

Sampai tahun 2004, sebanyak 252 area panas bumi telah di identifikasi melalui inventarisasi dan eksplorasi. Sebagian besar dari jumlah area tersebut terletak di lingkungan vulkanik, sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf.  Dari jumlah lokasi tersebut mempunyai total potensi sumber daya dan cadangan panas bumi sebesar sekitar 27.357 MWe. Dari total potensi tersebut hanya 3% (807 MWe) yang telah dimanfaatkan sebagai energi listrik dan menyumbangkan sekitar 2% dalam pemakaian energi listrik nasional.

Setelah Keppres no. 5/1998 yang menunda dan mengkaji kembali beberapa proyek panas bumi, belum ada regulasi termasuk Keppres no. 76/2000 yang berhasil menarik investasi baru. Terbitnya UU No. 27 Tahun 2003 tentang panas bumi diharapkan akan memberikan kepastian hukum dalam mendorong investasi untuk pengembangan panas bumi. Selain itu, UU no. 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan memberikan kesempatan pengembangan pembangkit tenaga listrik dari sumber energi baru terbarukan setempat di wilayah kompetisi dan non kompetisi pada off grid dan on grid.

Mengacu pada UU no. 27/2003 dan UU no. 20/2002 tersebut telah dibuat suatu peta perjalanan (road map) panas bumi sebagai pedoman dan pola tetap pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia. Industri panas bumi yang diinginkan yang tertuang dalam peta perjalanan tersebut antara lain pemanfaatan untuk tenaga listrik sebesar 6000 MWe dan berkembangnya pemanfaatan langsung (agrobisnis, pariwisata, dll) pada tahun 2020.

Untuk mencapai target pengembangan panas bumi sebesar 6000 MW dan  pemakaian energi terbarukan non hidro skala besar ?5% dalam energy mix untuk tenaga listrik di tahun 2020 maka perlu percepatan investasinya. Untuk itu, selain 33 WKP yang telah ada, pemerintah telah membuat  peta saran WKP  untuk 28 lokasi panas bumi yang didasarkan pada besarnya potensi energi yang ada di wilayah tersebut.

Dengan adanya neraca potensi dan ditetapkannya WKP baru diharapkan akan mempercepat pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

II.3  Distribusi dan Potensi Energi Panas Bumi

Sekitar 80% lokasi panas bumi di Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif seperti Sumatra (81 lokasi), Jawa (71 lokasi),  Bali dan Nusa Tenggara (27 lokasi), Maluku (15 lokasi), dan terutama Sulawesi Utara  (7 lokasi). Sedangkan yang berada di lingkungan non vulkanik aktif yaitu di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi),  Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi).

Dari 252 lokasi panas bumi yang ada, hanya 31% yang telah disurvei secara rinci dan didapatkan potensi cadangan. Di sebagian besar lokasi terutama yang berada di daerah terpencil masih dalam status survei pendahuluan sehingga didapatkan potensi sumber daya.
Total potensi panas bumi dari 252 lokasi  sebesar 27.357 MWe terdiri dari sumber daya sebesar 14.007 MWe dan cadangan sebesar 13.350 MWe (Tabel 1). Data potensi ini merupakan data dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) dan institusi lain yang bergerak di bidang panas bumi. Hal ini menjadi kendala dalam penghitungan neraca potensi karena dengan sumber data yang berbeda kemungkinan dihitung dengan metode yang juga berbeda. Sedangkan dalam penghitungan yang dilakukan oleh DIM juga masih sangat subyektif. Metode yang dipergunakan dalam penghitungan potensi energi untuk masingĂ‚–masing sumber daya dan cadangan juga berbeda. Kendala-kendala yang masih dijumpai dalam penghitungan potensi panas bumi antara lain dalam penentuan temperatur reservoir dan luas daerah prospek. Penghitungan temperatur dengan metode  geotermometri yang berbeda akan menghasilkan temperatur yang berbeda pula. Demikian juga dengan penentuan luas prospek yang dapat ditentukan dengan zona tahanan jenis rendah, gradien tahanan jenis dan pendekatan geologi. Namun demikian data potensi ini bersifat dinamis yang akan berubah dan dimutakhirkan setiap waktu sesuai dengan tingkat kegiatan eksplorasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pengembang.

Apabila ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian besar  masih  terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Tujuh lapangan panas bumi yang telah dimanfaatkan sebagai PLTP terletak di Jawa Barat (Gunung Salak 330 MWe, Wayang Windu 110 MWe, Kamojang 140 Mwe, dan Darajat 145 MWe), Jawa Tengah (Dieng 60 MWe), Sumatra Utara (Sibayak 2 MWe) dan Sulawesi Utara (Lahendong 20 MWe).

Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam , sehingga selain pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat dimanfaatkan secara langsung (direct uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk  pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu). Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand) pemanfaatan langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama hanya untuk pariwisata yang umumnya dikelola oleh daerah setempat. Untuk mengembangkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian lebih lanjut.

II.4  Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi
            Mengacu pada UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, bahwa Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi adalah wilayah yang ditetapkan dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pembuatan dan penetapan WKP panas bumi merupakan wewenang pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan kewenangan pemberi perizinan tergantung dari letak di mana WKP tersebut berada. Jika WKP terletak di dalam suatu kabupaten, wewenang perizinan ada di pemerintah kabupaten. Apabila WKP berada di lintas kabupaten maka wewenang ada di pemerintah daerah provinsi. Pemerintah pusat hanya memberikan perizinan untuk WKP di lintas provinsi. WKP akan ditawarkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melalui mekanisme lelang. Tata cara lelang untuk WKP panas bumi akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang saat ini masih berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang panas bumi dan dalam proses penyelesaian.

Untuk memberikan informasi mengenai status WKP yang ada, maka WKP panas bumi dikelompokkan menjadi :

1) WKP tahap produksi, yaitu WKP yang telah dieksploitasi dan menghasilkan energi listrik
2) WKP tahap eksplorasi/pengembangan, yaitu WKP yang berada dalam  tahapan eksplorasi atau dalam tahapan pengembangan
3) WKP yang ditawarkan (open area), yaitu WKP yang berada dalam tahapan eksplorasi dan masih menjadi milik pemerintah.

Sampai saat ini terdapat 33 WKP panas bumi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebanyak 15 WKP tersebut merupakan milik Pertamina (perkiraan potensi 7.500 MWe) dan 6 WKP di antaranya merupakan WKP tahap produksi, yang menghasilkan total energi listrik sebesar 807 MWe (Tabel 2 & Tabel 3). Sedangkan 18 WKP yang telah ditetapkan dan merupakan WKP tahap eksplorasi, oleh Pertamina diserahkan kembali kepada pemerintah dengan perkiraan potensi sekitar 3.900 MWe (Tabel  4).

Sejumlah peta saran WKP baru untuk 28 lokasi panas bumi telah dibuat. Perkiraan letak dan luas WKP masingĂ‚–masing didasarkan pada posisi zona prospek dan besarnya potensi energi panas bumi. WKP baru ini terutama untuk daerah panas bumi yang telah disurvei rinci dan sebagian terletak di kawasan Indonesia timur. Dengan luas untuk setiap WKP tidak lebih dari 200.000 ha diharapkan zona prospek panas bumi berada di dalam WKP tersebut.  Peta saran WKP ini juga bersifat dinamis, karena posisi dan luasnya akan dapat berubah tergantung dari perubahan ketersediaan data kepanasbumian dan status penyelidikan di daerah panas bumi tersebut (tahap ekplorasi atau tahap pengembangan). Perkiraan total potensi dari WKP baru ini sekitar 2.000 MWe.

Dengan adanya promosi WKP panas bumi di kawasan Indonesia timur di harapkan pengembangan panas bumi untuk PLTP  di daerah ini dapat segera terealisasi. Hal ini mengingat kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur sampai saat ini hanya dapat mengandalkan bahan bakar diesel untuk pembangkit listrik karena faktor alamnya tidak memungkinkan adanya pembangkit geohidro.

II. 5  Pemanfaatan Geotermal dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Energi geotermal adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi. Panas ini bernilai sangat besar karena setiap penurunan 100 meter akan terjadi kenaikan suhu sebesar 3Ă‚°C. Panas bumi tertinggi terdapat dalam inti bumi. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa energi yang dihasilkan pun akan banyak juga. Pemilihan energi panas bumi sebagai sumber energi alternatif merupakan pilihan yang tepat. Pernyataan tersebut bukan tidak beralasan karena telah banyak negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada yang menggunakan energi panas bumi untuk mencukupi kebutuhan energi mereka. Beberapa pemanfaatan energi tersebut antara lain adalah untuk memanaskan ruangan agar tetap bersih (steril) dengan cara ekonomis, energi pemompaan, dan yang lebih penting lagi adalah menyediakan kebutuhan akan energi listrik. Selain itu, geotermal bisa dijadikan salah satu solusi ketergantungan kita pada energi fosil.



Manfaat dari energi geothermal diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Potensi energi geotermal sangat besar
Negara Indonesia dilewati sekitar 20% panjang sabuk api (ring of fire). Jalur ini merupakan jalur dimana gunung api banyak dijumpai. Dari gunung-gunung api inilah sumber panas diperoleh. Menurut perkiraan yang tercatat hingga saat ini ada sekitar 20 ribu MW setara  40%  potensi panas bumi dunia. Akan tetapi, baru sekitar 3-4% saja yang dimanfaatkan.Jelas, ini sebuah peluang yang sangat besar dan perlu dimanfaatkan. Apabila dikonversikan, potensi panas bumi Indonesia tersebut setara dengan supply minyak bumi sebesar 8 Milyard Barel Ekivalen. Ini masih hanya diperkirakan berdasarkan atas “current technology stages”, efisiensi konversi, serta usia sumur yang mampu dipakai selama produksi/operasi. Hal tersebut disebabkan karena pada prinsipnya daya kalor panasnya sendiri tidak akan habis dalam ratusan bahkan ribuan tahun.
2. Kemudahan teknologi
Energi geotermal merupakan energi yang dihasilkan oleh panas bumi. Panas atau suhu tinggi ini sangat mudah dimengerti sebagai sumber energi. Akan tetapi, perlu adanya transformasi energi ke dalam bentuk energi lain sehingga siap pakai. Saat ini teknologi pemanfataan geotermal sudah ada. namun karena Indonesia termasuk daerah tropis kebutuhan panas ini tidak banyak diperlukan.Jusru kebutuhan pendingin yg diperlukan dan yang diperlukan di Indonesia ini terutama adalah untuk penerangan dan transportasi.
Penerangan di Indonesia hampir 100% mempergunakan listrik. Teknologi konnversi energi panas (steam) menjadi energi listrik sudah terbukti dimana-mana sehingga secara teknologi tidak ada masalah dengan pemanfaatan energi geotermal ini. Juga kebutuhan untuk penerangan dan transportasi jelas ada di Indonesia. Kereta Api listrik di Jakarta sudah sejak lama memanfaatkan listrik sebagai sumber penggeraknya. Hal ini tentunya juga akan sangat mungkin untuk memanfaatkan geotermal sehingga dipergunakan sebagai energi pembangkit energi listrik juga untuk kebutuhan industri (lapangan kerja).
3. Menyelamatkan lingkungan
Energi geotermal atau secara real dalam bentuk pembangkit listrik bersifat ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena Pembangkit energi geotermal tidak membutuhkan bahan bakar untuk menghasilkan listrik sehingga level emisinya sangat rendah. Ia membebaskan 1 sampai 3% karbondioksida dari yang dikeluarkan energi fosil.Pembangkit tenaga geotermal menggunakan sistem pencuci untuk memebersihkan udara dari hidrogen sulfida (H2S) yang secara alami ditemukan di dalam uap air dan air panas. Pembangkit tenaga geotermal membebaskan kurang dari 97% hujan asam-penyusun sulfur daripada bahan bakar fosil. Setelah uap air dan air dari reservoir tenaga geotermal digunakan, air kemabali diinjeksikan ke tanah. Selebihnya, karena level emisinya rendah, maka pemanfaatannya pun mengurangi keberlanjutan global warming.
Pada kenyataannya, pembangkit listrik yang menggunakan energi panasbumi memberikan beberapa keuntungan diantaranya menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit lain seperti batubara, minyak atau yang menggunakan gas alam. Oleh karena itu, prospek bisnis panasbumi dimasa datang cukup serah seiring kebijakan Clean Development Mechanism (CDM). Manfaat lain terhadap lingkungan adalah tidak terjadinya pembuangan limbah secara terbuka karena air kondensat dan air produksi diinjeksikan kembali ke dalam sumur untuk menjaga kestabilan tekanan reservoir. Hal ini menjadikan panasbumi sebagai energi alternatif yang renewable (terbarukan). Disamping itu luas lahan yang digunakan relatif lebih kecil dibandingkan dengan proyek pembangkitan/ penambangan lain.
Sebelum abad keduapuluh, fluida panas bumi (geothermal) hanya digunakan untuk mandi, mencuci dan memasak. Dewasa ini pemanfaatan fluida panas bumi sangat beraneka ragam, baik untuk pembangkit listrik maupun untuk keperluan lainnya di sektor non-listrik, yaitu untuk pemanas ruangan, rumah kaca, tanah pertanian, pengering hasil pertanian dan peternakan, pengering, kayu, dll. Pemanfaatan energi panas bumi secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu pemanfaatan tidak langsung dan pemanfaatan langsung. Pemanfaatan tidak langsung yaitu memanfaatkan energi panas bumi untuk pembangkit listrik. Sedangkan pemanfaatan langsung yaitu memanfaatkan secara langsung panas yang terkandung pada fluida panas bumi untuk berbagai keperluan.
Fluida panas bumi yang telah dikeluarkan ke permukaan bumi mengandung energi panas yang akan dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Hal ini dimungkinkan oleh suatu sistem konversi energi fluida panas bumi (geothermal power cycle) yang mengubah energi panas dari fluida menjadi energi listrik. Fluida panas bumi bertemperatur tinggi (>225 oC) telah lama digunakan di beberapa negara untuk pembangkit listrik, namun beberapa tahun terakhir ini perkembangan teknologi telah memungkinkan digunakannya fluida panas bumi bertemperatur sedang (150-225 oC) untuk pembangkit listrik. Selain temperatur, faktor-faktor lain yang biasanya dipertimbangkan dalam memutuskan apakah suatu sumberdaya panas bumi tepat untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik adalah sebagai berikut : Sumberdaya mempunyai kandungan panas atau cadangan yang besar sehingga mampu memproduksi uap untuk jangka waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25-30 tahun.
Sumberdaya panas bumi menghasilkan fluida yang mempunyai pH hampir netral agar laju korosinya relatif rendah, sehingga fasilitas produksi tidak cepat terkorosi. Selain itu hendaknya kecenderungan fluida membentuk skala yang relatif rendah. Reservoirnya tidak terlalu dalam, biasanya tidak lebih dari 3 km. Sumberdaya panas bumi terdapat di daerah yang relatif tidak sulit dicapai. Sumberdaya panas bumi terletak di daerah dengan kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal yang relatif rendah. Proses produksi fluida panas bumi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal. Energi panas bumi yang relatif tidak menimbulkan polusi dan terdapat menyebar di seluruh kepulauan Indonesia (kecuali Kalimantan) sesungguhnya merupakan salah satu energi yang tepat untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di masa yang akan datang untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan listrik nasional yang cenderung terus meningkat. Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.

Untuk kandungan panas atau cadangan yang relatif kecil, namun mempunyai suhu yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik, bisa digunakan untuk pembangkit listrik berskala kecil dengan kapasitas terpasang antara 1-5 MW. Di beberapa tempat pembangkit dibangun dengan kapasitas kecil, seperti di Fang Thailand yang berkapasitas 300 kW. Hotel Internasional Kirishima di Jepang termasuk unik dalam memanfaatkan tenaga panas bumi, selain untuk pemandian uap, hotel ini juga memiliki pembangkit tenaga panas bumi skala kecil (100kW) yang dibangun pada tahun 1983 dan masih digunakan sampai sekarang. Hotel ini juga menggunakan uap dari sumur panas bumi untuk pemanas dan penyejuk ruangan.


4. Tidak membutuhkan pasokan bahan bakar
Setelah dilakukan pembandingan capacity factor, ternyata pembangkit listrik yang mempunyai capacity factor tertinggi adalah pembangkit listrik tenaga geotermal (PLTG).
Meskipun demikian, pemanfaatan energi panas bumi secara berlebihan tetap berdampak kurang menyenangkan. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah ancaman terhadap keberadaan hutan lindung, amblesan tanah (subsidence), pengurangan air tanah ataupun mata air, penggundulan hutan, dan erosi. Masalah tersebut bukanlah masalah yang sepele. Jika kita tidak memperhatikan masalah tersebut, boleh jadi tak akan jadi masalah pada kehidupan kita sekarang.
II.6  Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150225oC). Pengalaman dari lapanganlapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia
sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 3040% potensi panas bumi dunia.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uaptersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.
Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas bumi masih dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit listrik siklus binari (binary plant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder ((isobutane, isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam reservoir.

Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya yang telah
diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam, Multi Flash Steam, ,
II. 7  Dampak Negatif
Timbulnya keresahan masyarakat, terjadinya gangguan kamtibmas, menurunnya kesehatan masyarakat dan kekhawatiran menjalani kehidupan di bawah bayang-bayang ancaman bencana longsor, gas beracun, amblasan, kekeringan, kebakaran dan serba ketidakpastian tanpa akhir.
Pembangunan pembangkit tenaga geotermal mempengaruhi kestabilan tanah di beberapa daerah.Hal ini terjadi ketika air diinjeksikan ke lapisan batuan kering ketika di sana tidak ada air sebelumnya. Uap kering dan uap dalam skala kecil juga membebaskan dalam level rendah gas karbon dioksida,nitrit oksida, sulfur meskipun hanya sekitae 5% dari level jika menggunakan bahan bakar fosil.Meskipun demikian, pembangkit listrik tenaga geotermal dapat dibangun dengan sedikit emisi-dengan membuat sistem control yang dapat menginjeksikan gas-gas ke dalam tanah dengan mengurangi emisi karbon agar kurang dari 0.1% dari total emisi dengan pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil.Meskipun lapisan geotermal dapat menghasilkan panas dalam beberapa decade akan tetapi secara spesifik beberapa lokasi akan mengalami pendinginan karena pembangunan sumber yang erlalu luas sementara hanya sedikit energi yang tersedia.


BAB III
PENUTUP
III.1  Kesimpulan
Sebagian besar dari total potensi 27 GWe sumber energi panas bumi di Indonesia mempunyai entalpi yang tinggi, sehingga sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik.
Dengan terbitnya UU no. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan beberapa regulasi lain di bidang kelistrikan akan dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha kepanasbumian untuk berinvestasi. 
Dengan mengembangkan WKP yang telah ditetapkan dan WKP baru (perkiraan total potensi sekitar 13.000 MWe) diharapkan akan tercapai ketersediaan listrik tenaga panas bumi sebesar 6000 MWe di tahun 2020. Dengan demikian konsumsi dan ketergantungan pada energi fosil di dalam negeri akan berkurang.

Terpenuhinya kebutuhan listrik terutama di daerah Indonesia timur akan dapat mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian khususnya daerah. Sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarukan, serta sifatnya yang tidak dapat dieksport,  pengembangan panas bumi merupakan alternatif yang sangat tepat untuk menunjang pemenuhan kebutuhan energi  nasional.